UUD 1945: DIUBAH ATAU DIGANTI?
Oleh: Rosjidi Ranggawidjaja
Pendahuluan
Membaca istilah dan rumusan
perubahan pertama hingga keempat UUD 1945 jelas bahwa UUD 1945 telah diubah.
Perubahan dilakukan melalui addendum. Namun, bila memperhatikan substansi
perubahan-perubahan tersebut, bukan hanya mengubah rumusan teks semata, banyak
materi baru yang disisipkan. Materi baru
tersebut menyangkut suprastruktur politik yakni di bidang kekuasaan legislatif,
kekuasaan eksekutif (khususnya kekuasaan Presiden) dan kekuasaan kehakiman.
Selain itu ada banyak penambahan materi menyangkut infrastruktur politik,
khususnya berkaitan dengan kedudukan, hak dan kewajiban Warga Negara.
Bagir Manan mensinyalir
bahwa perubahan UUD 1945 yang telah
dilakukan sejak tahun 1999 hingga tahun 2002, ruang lingkupnya dapat dikategorikan dalam 7(tujuh)
kategori, yaitu:
1). Perubahan terhadap isi
(substansi) ketentuan yang sudah ada.
Misalnya perubahan wewenang
Presiden membuat undang-undang menjadi sekedar
wewenang mengajukan rancangan undang-undang. Membentuk
undang-undang menjadi wewenang DPR
(Perubahan Pertama).
2). Penambahan
ketentuan yang sudah ada. Misalnya
dari satu ayat menjadi beberapa pasal atau ayat, seperti Pasal 18 (Perubahan Kedua), Pasal 28 (Perubahan
Kedua).
3). Pengembangan
materi muatan yang sudah ada menjadi bab baru. Misalnya bab tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
4). Penambahan
sama sekali baru. Misalnya bab tentang Wilayah Negara (Perubahan Kedua), Dewan
Perwakilan Daerah (Perubahan
Ketiga), Pemilihan Umum (Perubahan Ketiga).
5). Penghapusan
ketentuan yang sudah ada. Misalnya
menghapus beberapa Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan, Penghapusan DPA (Perubahan Keempat).
6) Memasukkan dan
memindahkan beberapa isi Penjelasan ke dalam Batang Tubuh, seperti prinsip negara
berdasarkan atas hukum (Perubahan
Ketiga), kekuasaan kehakiman yang merdeka (Perubahan Ketiga).
7). Perubahan
struktur UUD 1945 dan menghapus Penjelasan sebagai bagian dari UUD 1945 (Perubahan Keempat).[1]
Memperhatikan ketujuh hal
tersebut, dan materi muatan pengaturan dalam perubahan, menimbulkan pertanyaan:
apakah substansi dan konsepsi-konsepsi yang termuat dalam UUD 1945 Asli
tersebut diubah atau diganti?
1. Perubahan Bab, Pasal dan Ayat.
Selain pembukaan,
pasal-pasal dan ayat-ayat yang tidak diubah adalah:
pasal 1 ayat (1); pasal 2
ayat (2) dan (3); pasal 4 ayat (1) dan (2); pasal 5 ayat (2); pasal 9 ayat (1);
pasal 10 ; pasal 12; pasal 13 ayat (1);
pasal 17 ayat (1); pasal 21 ayat (2); pasal 22 ayat (1), (2) dan (3); pasal 25; pasal 26 ayat (1); pasal 27 ayat (1)
dan (2); pasal 28; pasal 29; pasal 33 ayat (1), (2), dan (3; pasal 35 dan pasal
36.
2.
Penggantian sistematika UUD 1945.
Mencermati perubahan
redaksional dari sistematika UUD 1945, maka rumusan bab antara UUD 1945 asli dengan
rumusan bab UUD 1945 perubahan Pertama hingga Keempat adalah sebagai berikut:
Sistematika BAB (rumusan
lama) Sistematika BAB
(rumusan baru)
BAB I
|
Bentuk dan Kedaulatan
|
BAB I
|
Bentuk dan Kedaulatan
|
BAB II
|
Majelis
Permusyawaratan Rakyat
|
BAB II
|
Majelis Permusyawaratan
Rakyat
|
BAB III
|
Kekuasaan Pemerintahan
Negara
|
BAB III
|
Kekuasaan Pemerintahan
Negara
|
BAB IV
|
Dewan Pertimbangan
Agung
|
BAB IV
|
Dihapus
|
BAB V
|
Kementerian Negara
|
BAB V
|
Kementerian Negara
|
BAB VI
|
Pemerintahan Daerah
|
BAB VI
|
Pemerintahan Daerah
|
BAB VII
|
Dewan Perwakilan
Rakyat
|
BAB VII
|
Dewan Perwakilan
Rakyat
|
|
|
BAB VIIA
|
Dewan Perwakilan
Daerah
|
|
|
BAB VIIB
|
Pemilihan Umum
|
BAB VIII
|
Hal Keuangan
|
BAB VIII
|
Hal Keuangan
|
|
|
BAB VIIIA
|
Badan Pemeriksa
Keuangan
|
BAB IX
|
Kekuasaan Kehakiman
|
BAB IX
|
Kekuasaan Kehakiman
|
|
|
BAB IXA
|
Wilayah Negara
|
BAB X
|
Warga Negara
|
BAB X
|
Warga Negara dan
Penduduk
|
|
|
BAB XA
|
Hak Asasi Manusia
|
BAB XI
|
Agama
|
BAB XI
|
Agama
|
BAB XII
|
Pertahanan Negara
|
BAB XII
|
Pertahanan dan
Keamanan Negara
|
BAB XIII
|
Pendidikan
|
BAB XIII
|
Pendidikan dan
Kebudayaan
|
BAB XIV
|
Kesejahteraan Sosial
|
BAB XIV
|
Perekonomian Nasional
dan Kesejahteraan Sosial
|
BAB XV
|
Bendera dan Bahasa
|
BAB XV
|
Bendera, Bahasa, dan
Lambang Negara, serta
Lagu Kebangsaan
|
BAB XVI
|
Perubahan
Undang-Undang Dasar
|
BAB XVI
|
Perubahan
Undang-Undang Dasar
|
|
Aturan Peralihan
(empat pasal)
|
|
Aturan Peralihan
(tiga pasal)
|
|
Aturan Tambahan (dua
pasal)
|
|
Aturan Tambahan
(dua pasal)
|
3. Penambahan
materi menyangkut kelembagaan negara
Penambahan materi tentang
kelembagaan negara berupa penetapan adanya Dewan Perwakilan Daerah sebagai
lembaga badan perwakilan tersendiri disamping MPR dan DPR. Mahkamah Konstitusi
sebagai badan peradilan pertama dan terakhir di samping Mahkamah Agung. Komisi
Yudisial sebagai badan yang mengawasi perilaku hakim. Dewan Pertimbangan Presiden
sebagai pengganti Dewan Pertimbangan Agung. Selain itu, berkaitan dengan
infrastrukturpolitik, ditetapkannya pemilihan umum sebagai Bab tersendiri (Bab
VIIB) serta Wilayah Negara (BAB IXA) dan Hak Asasi Manusia (BAB XI).
Semua itu adalah materi
baru, di luar materi yang ada dalam UUD 1945 Asli. Penambahan DPD dan MK adalah
materi di luar konsepsi yang diinginkan pada pembentuk UUD 1945 Asli. Itu
adalah konsepsi yang diadopsi dari luar, bukan lahir dari bumi Indonesia!
4. Penggantian Konsepsi dan Pergeseran
Kewenangan
Badan
permusyawaratan/perwakilan rakyat yang semua
berupa sistem satu kamar (mono/uni
cameral), diubah dengan sistem tiga kamar (?), yaitu ada MPR, DPR dan DPD.
DPD tidak diposisikan sebagai “majelis tinggi”(Upper House) layaknya Senat (USA), House of Lord (Inggris) atau House
of Councillor (Jepang). DPD tidak
memiliki kewenangan yang setara dengan DPR. Kekuasaan MPR berkurang, selain
tidak memilih Presiden dan Wakil Presiden, juga tidak berwenang menetapkan
Garis-garis Besar Haluan Negara. Konsepsi MPR sebagai “penjelmaan seluruh
rakyat Indonesia”, diubah menjadi perwakilan partai politik saja.[2]
Presiden tidak dipilih oleh
MPR (kecuali dalam “keadaan darurat”, sebagaimana diisyaratkan oleh Pasal 8 UUD
1945 Baru). Presiden tidak “untergeornet”
atau bertanggungjawab kepada MPR. Pasangan Presiden dan Wakil Presiden dipilih
secara langsung oleh rakyat dalam pemilihan umum. Kekuasaan membentuk
undang-undang “digeser” dari Presiden kepada DPR (Pasal 20). Kekuasaan Presiden
“dipereteli”, sehingga yang tadinya “executive
heavy” berubah menjadi “legislative
heavy”. Kedudukan DPR lebih cenderung “berbau” kedudukan dalam sistem
pemerintahan parlementer, hampir mahakuasa (omnipotent).
Banyak tindakan Presiden yang harus mendapat persetujuan atau pertimbangan dari
DPR, termasuk mengangkat pejabat negara yang berada dibawah kekuasaan eksekutif
(Kapolri, Panglima TNI, Jaksa Agung, Duta, dsb).
Di bidang kekuasaan
kehakiman, selain Mahkamah Agung, ada penambahan lembaga baru yaitu
ditetapkannya Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial (BAB IX).[3]
Jadi ada dua badan peradilan tingkat tinggi dalam struktur kekuasaan kehakiman,
yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Tugas dan wewenangnya berbeda
satu sama lain, meskipun dalam lingkup kekuasaan kehakiman (judicial power). Jelas adanya konsepsi
baru sebagai penambahan dari konsepsi yang digagas oleh para pendiri negara.
Dari lima kewenangan MK, ada dua wewenang yang sangat menonjol yaitu pengujian
undang-undang terhadap undang-undang dasar (constitutional
review) dan mengadili dugaan pelanggaran hukum oleh Presiden dan atau Wakil
Presiden yang diajukan oleh DPR.[4]
5. Kesimpulan
Dari uraian singkat di atas
sudah daapat dipastikan bahwa istilah perubahan UUD 1945 hanya perubahan
“bungkus”nya saja, hakekatnya secara substansial banyak konsepsi baru sebagai
pengganti konsepsi atau gagasan yang dianut oleh para pendiri negara. Secara
faktual dapat dipastikan bahwa UUD 1945 Perubahan mengandung gagasan-gagasan
baru sebagai pengganti gagasan yang diinginkan oleh para pendiri negara,
sebagaimana tersurat dan tersirat dalam pembukaan UUD 1945. Pembukaan UUD 1945
tidak diganti, tetapi substansi yang diuraikan dalam pasal-pasal UUD 1945 baru
berbeda dengan pembukaan UUD 1945. Tidak salah jika dikatakan bahwa, UUD 1945
Perubahan adalah UUD 1945 Baru, karena berisi konsepsi-konsepsi baru. Dengan
kata lain, UUD 1945 bukan diubah tetapi diganti!
Bandung, 1 Mei 2018
Bacaan
Bagir Manan, DPR,
DPD dan MPR dalam UUD 1945 Baru, UII
Press, Yogyakarta, 2003.
UUD 1945 Asli.
UUD 1945 Perubahan Pertama Hingga Keempat.
[2] Anggota DPD meskipun
dipilih oleh rakyat di setiap provinsi, pada kenyataannya sekarang adalah
orang-orang partai politik, semula mereka diharapkan adalah orang-orang non
partisan.
[3] Komisi Yudisial
tidak menjalankan fungsi peradilan, tapi masuk dalam Bab tentang Kekuasaan
Kehakiman?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar