UNDANG-UNDANG
ORGANIK DAN NON ORGANIK
Oleh: Rosjidi
Ranggawidjaja
Undang-undang
Organik
Istilah organik berasal dari bahasa Yunani “organikos”,
yaitu berkaitan dengan organ atau tubuh. Dalam konteks ini berkaitan dengan
undang-undang dasar sebagai organ utamanya. Undang-undang organik merupakan
bagian dari undang-undang dasar,
Undang-undang yang dibuat berdasarkan perintah undang-undang
dasar lazim disebut undang-undang organik (organiek
wet, organic law). Disebut undang-undang organik karena sebenarnya hal-hal
yang diatur adalah yang berhubungan dengan organ atau alat kelengkapan negara.
Tetapi dalam kenyataan, undang-undang organik tidak terbatas pada pengaturan
mengenai organ negara. Karena itu lebih tepat kalau undang-undang organik
diartikan sebagai bagian organik dari undang-undang dasar. Sebagai bagian
organik undang-undang dasar, materi muatan undang-undang organik sangat
penting. Semestinya materi muatan undang-undang organik dimuat dalam undang-undang
dasar. Tetapi, karena pemuatan dalam undang-undang dasar akan menyebabkan undang-undang
dasar akan menjadi begitu luas, maka secara konstitusional ditentukan harus
diatur dengan undang-undang. Keharusan mengatur materi undang-undang organik
dalam undang-undang (formal) untuk menjamin keikkutsertaan rakyat menetapkan
aturan-aturan yang sangat penting itu. Walaupun undang-undang organik dibentuk
atas perintah langsung undang-undang dasar, tidak berarti mempunyai kedudukan
yang lebih tinggi dari undang-undang non-organik. Kedudukan undang-undang
organik sama dengan undang-undang non-organik, demikian pula tata cara
pembentukannya.[1]
Jadi, undang-undang organik adalah undang-undang
yang dibentuk berdasarkan perintah dari undang-undang dasar. Dalam hal ini
materi yang harus diatur dalam undang-undang organik telah ditetapkan dalam
undang-undang dasar. Ketentuan materi tersebut dijabarkan atau diuraikan dalam
undang-undang organik. Mengapa materi tersebut tidak diuraikan dalam
undang-undang dasar? Sebagaimana telah diuraikan di atas, apabila materi
tersebut harus diuraikan dalam undang-undang dasar, maka akan sangat panjang.
Betapa panjang dan banyaknya uraian pasal-pasal maupun ayat dalam undang-undang
dasar. Undang-undang dasar seharusnya mengatur hal-hal yang bersifat pokok saja,
mengatur “legal principles” dan “norm principles”. Itulah sebabnya maka
diperlukan adanya undang-undang organik. Seperti dikatakan oleh KC Wheare,
konstitusi yang terbaik dan ideal adalah konstitusi yang sesingkat mungkin (one essential characteristic of the ideally
best form of Constitution is that it should be as short as possible).[2] Rincian dari
prinsip-prinsip tersebut diatur lebih
lanjut oleh badan legislative (the
detailed working out of these principles and the adaptation of the Constitution
to changing needs and times can be left to the legislature to regulate itself”.[3]
Oleh karena materi undang-undang organik telah
ditentukan dalam undang-undang dasar, maka undang-undang organik terbatas, dalam
arti materinya sesuai dengan materi yang telah disebut dalam pasal-pasal undang-undang
dasar. Dalam undang-undang dasar biasanya ditetapkan bahwa materi-materi
tertentu (certain matters) akan “diatur atau ditetapkan dalam undang-undang”,“lebih
lanjut diatur dengan undang-undang”, atau “diatur dengan undang-undang”.
Dalam bahasa Inggris digunakan istilah seperti “shall be regulated by law”, shall be laid
down by law”, “prescribe by law”
atau “pursuant to Act of Parliament”.
UUD 1945 Perubahan menggunakan berbagai istilah yang tidak seragam (lihat
matriks di bawah).
Inilah istilah-istilah serta materi muatan yang
ditetapkan dalam UUD 1945 Perubahan dan harus diatur lebih lanjut dalam
undang-undang organik:
No.Urut
|
Pasal dan
ayat
|
Materi
yang harus diatur
|
Istilah
|
1
|
2(1)
|
Susunan
anggota MPR
|
diatur lebih lanjut
dengan undang-undang
|
2
|
6(2)
|
Syarat-syarat
untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden
|
diatur lebih lanjut
dengan undang-undang
|
3
|
6A(5)
|
Tata
cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
|
lebih lanjut diatur
dalam undang-undang
|
4
|
11
|
Perjanjian
internasional
|
diatur
dengan undang-undang.
|
5
|
12
|
Syarat-syarat
dan akibat keadaan bahaya
|
ditetapkan dengan
undang-undang
|
6
|
15
|
Pemberian
gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan
|
diatur
dengan undang-undang.
|
7
|
16
|
Pembentukan Dewan
Pertimbangan Presiden
|
diatur
dalam undang-undang.
|
8
|
17(4)
|
Pembentukan,
pengubahan dan pembubaran kementerian negara
|
diatur
dalam undang-undang.
|
9
|
18 (1)
|
Pemerintahan
Daerah
|
diatur
dalam undang-undang
|
10
|
18 (7)
|
Susunan
dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah
|
diatur
dalam undang-undang
|
11
|
18A(2)
|
Hubungan
keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainya
antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah
|
berdasarkan undang
undang
|
12
|
18B(1)
|
Pengangakuan
dan penghormatan atas satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus
atau bersifat istimewa
|
diatur
dengan undang-undang
|
13
|
18B(2)
|
Pengangakuan
dan penghormatan atas kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
|
diatur
dalam undang-undang
|
14
|
19(2)
|
Susunan
DPR
|
ditetapkan dengan
undang-undang
|
15
|
20A(4)
|
Hak
Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat
|
diatur
dalam undang-undang
|
16
|
22A
|
Tata
cara pembentukan undang-undang
|
diatur
dengan undang-undang
|
17
|
22B
|
Tata
cara pemberhentian anggota DPR
|
diatur
dalam undang-undang
|
18
|
22C(4)
|
Susunan
dan kedudukan DPD
|
diatur
dengan undang-undang
|
19
|
22D(4)
|
Syarat
dan Tata Cara pemberhentian anggota DPD
|
diatur
dalam undang-undang
|
20
|
22E(6)
|
Ketentuan
tentang pemilihan umum
|
diatur
dengan undang-undang
|
21
|
23(1)
|
Penetapan
APBN
|
ditetapkan dengan
undang-undang
|
22
|
23A
|
Pajak
dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara
|
diatur
dengan undang-undang
|
23
|
23B
|
Macam
dan harga mata uang
|
ditetapkan dengan
undang-undang
|
24
|
23C
|
Hal-hal
lain mengenai keuangan negara
|
diatur
dengan undang-undang
|
25
|
23D
|
Susunan,
kedudukan, kewenangan, tanggung jawab dan independensi bank sentral
|
diatur
dengan undang-undang
|
26
|
23G
|
Badan
Pemeriksa Keuangan
|
diatur
dengan undang-undang
|
27
|
24(3)
|
Badan-badan
lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman
|
diatur
dalam undang-undang
|
28
|
24A(5)
|
Susunan,
kedudukan, keanggotaan dan hukum acara MA serta bdan peradilan di bawahnya
|
diatur
dengan undang-undang
|
29
|
24B(4)
|
Susunan,
kedudukan dan keanggotaan Komisi Yudisial
|
diatur
dengan undang-undang
|
30
|
24C(6)
|
Pengangkatan
dan pemberhentian hakim Konstitusi dan hukum acara MK
|
diatur
dengan undang-undang
|
31
|
25
|
Syarat-syarat
menjadi dan diberhentikan sebagai hakim
|
ditetapkan dengan
undang-undang
|
32
|
25A
|
Batas-batas
dan hak-hak NKRI
|
ditetapkan dengan
undang-undang
|
33
|
26(3)
|
Warga
Negara dan penduduk
|
diatur
dengan undang-undang
|
34
|
28
|
Kemerdekaan
berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan.
|
ditetapkan dengan
undang-undang
|
35
|
28I(5)
|
Pelaksanaan
Hak Asasi Manusia
|
Dijamin, diatur, dan
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan
|
36
|
30(5)
|
Susunan,
kedudukan dan hubungan TNI dan Polisi
|
diatur
dengan undang-undang
|
37
|
31(3)
|
Sistem
pendidikan nasional
|
diatur
dengan undang-undang
|
38
|
33
|
Perekonomian
nasional dan kesejahteraan sosial
|
diatur
dalam undang-undang
|
39
|
34
|
Fakir
miskin, anak terlantar dan jaminan sosial
|
diatur
dalam undang-undang
|
40
|
36C
|
Bendera,
bahasa, lambang Negara dan lagu kebangsaan
|
diatur
dengan undang-undang
|
Apabila diperhatikan dengan seksama, maka materi
yang diatur dalam undang-undang organik lebih banyak berkaitan dengan
kelembagaan Negara (suprastruktur politik). Kurang lebih tigaperempat atau 75%
dari seluruh pasal UUD 1945 Perubahan mengatur mengenai masalah lembaga negara.
Seperti dinyatakan oleh KC Wheare:...the
Constitution needs to provide no more than the structure, in general terms, of
the legislature, the executive, and the judiciary; the nature in broad outline
of their mutual relations; and the nature of their relations to the community
itself”.[4]
Undang-undang
Non Organik
Selain undang-undang organik dikenal pula
undang-undang non-organik atau undang-undang yang bukan undang-undang organik.
Undang-undang ini materinya tidak diatur/ditetapkan dalam undang-undang dasar.
Undang-undang non-organik dibentuk berdasarkan kebutuhan dalam kehidupan
bernegara. Oleh karena itu kebutuhan masyarakat sangat tidak terbatas. Jadi undang-undang
non-organik jumlahnya akan jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah
undang-undang organik. Cara atau prosedur pembentukan undang-undang organik dan
undang-undang non-organik adalah sama, tidak berbeda satu sama lain. Kedudukan
undang-undang non-organik dengan undang-undang organik juga sama. Yang membedakannya
hanya dari substansi dan keterkaitannya saja.
Perbedaan lain antara undang-undang organik
dengan undang-undang non-organik adalah dari segi format, yaitu pencatuman
dasar hukum mengingat. Pencantuman dasar hukum untuk undang-undang organik
wajib menuliskan pasal/ayat yang menyangkut materi dalam undang-undang dasar.
Misalnya mengenai perjanjian internasional (Pasal 11), tentang Pemerintahan
Daerah mencantmkan Pasal 18 mengenai pajak, harus mencantumkan Pasal 23A;
tentang Pendidikan Nasional Pasal 31); dsb; selain pasal-pasal yang berkaitan
dengan wewenang Presiden dan DPR, seperti Pasal 20, Pasal 5 ayat (1) jika RUU
berasal dari Presiden; Pasal 21 jika RUU berasal dari DPR
Contoh-contoh undang-undang organik misalnya: UU
tentang Perkawinan, UU Kepegawaian, UU Perseroan, UU Keimigrasian, dsbnya.
Demikianlah uraian singkat mengenai undang-undang
organik dan undang-undang non-organik.
[2] KC Wheare, Modern
Constututions, Oxford University Press,Third Impression, 1075, p. 34.
[4] Ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar