ATRIBUSI WEWENANG
MEMBENTUK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Oleh: Rosjidi Ranggawidjaja
Istilah Atribusi,
Delegasi, dan Mandat.
Istilah atribusi berasal dari bahasa Belanda “attributie”. Menurut HD van
Wijk/Willem Konijnenbelt, attributie:
toekenning van een bestuursbevoegheid door van wetgever aan een bestuursorgaan,
(atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang
kepada organ pemerintahan). Atribusi berkenaan dengan penyerahan wewenang baru.[1]
Hal itu berbeda dengan delegasi (delegatie).
Delegasi
adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada
organ pemerintahan lainnya. Delegasi menyangkut pelimpahan wewenang yang telah
ada (oleh organ yang telah memperoleh wewenang secara atributif kepada organ
lain. Jadi delegasi secara logis selalu didahului oleh atribusi.[2]
Dalam Hukum Administrasi (Negara) selain istilah atribusi dan delegasi
dikenal pula istilah mandat (mandaat).
Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan
oleh organ lain atas namanya. Mandat berarti suruhan (opdracht) pada suatu
alat perlengkapan (organ) untuk
melaksanakan kompetensinya sendiri, maupun berupa tindakan hukum oleh pemegang
sesuatu wewenang dengan mana diberikan kekuasaan penuh kepada sesuatu subyek
lain untuk melaksanakan kompetensi si pemberi mandat, atas nama si pemberi
mandat itu.[3] Dalam
mandat, tanggung jawab ada pada si pemberi mandat, bukan pada si penerima
mandat, walaupun kewenangannya telah beralih pada si penerima mandat, karena si
penerima mandat hanyalah suruhan. Dalam konteks ini Bagir Manan menjelaskan “Mandat
adalah pemberian wewenang dari atasan kepada bawahan dalam satu satuan
organisasi untuk bertindak atau membuat keputusan untuk dan atas nama atasan
yang memberikan wewenang. Segala tanggung jawab pada mandat tetap ada pada
pemberi wewenang.”[4]
Dalam (ilmu) hukum perundang-undangan tidak dikenal adanya mandat.
Atribusi terdapat apabila UUD atau UU (dalam arti formal) memberikan kepada
suatu badan dengan kekuasaan sendiri dan tanggung jawab sendiri (mandiri)
wewenang membuat/membentuk peraturan perundang-undangan.[5]
Jadi
kewenangan atribusi dapat lahir dari UUD atau dari undang-undang.
Atribusi Wewenang dan Atribusi
Materi Perundang-undangan
Sementara itu menurut Hamid S Attamimi atribusi kewenangan
perundang-undangan diartikan penciptaan kewenangan (baru) oleh konstitusi/Grondwet atau oleh pembentuk wet (wetgever) yang
diberikan kepada suatu organ negara, baik yang sudah ada maupun yang dibentuk
baru untuk itu.[6]
Dalam literatur Belanda dikenal istilah ”attributie van rechtsmacht”.
Khususnya dalam perundang-undangan disebut ”attributie van wetgevendemacht”
atau ”attributie van wetgevendebevoegdheid”. Sering diartikan sebagai
pemberian kewenangan kepada badan atau lembaga atau pejabat (ambt) negara tertentu, baik oleh
pembentuk Undang-Undang Dasar maupun pembentuk Undang-undang. Dalam hal ini
berupa penciptaan wewenang baru untuk dan atas nama yang diberi wewenang tersebut.
Dengan pemberian wewenang tersebut maka melahirkan suatu ”original power”
atau ”originare van macht” yang kemudian melahirkan suatu ”original
power of legislation” atau ”originare van wetgevendemacht”.
Dengan demikian dalam atribusi terdapat atau lahir suatu kewenangan baru (yang
sebelumnya tidak ada).
Baik atribusi maupun delegasi menyangkut dua hal, yaitu berkaitan dengan “wewenang”
dan berkaitan dengan “substansi” atau materi yang diberikan atau didelegasikan.
UUD 1945 misalnya, memberikan atribusi wewenang kepada DPR dan Presiden dalam
membentuk undang-undang.[7]
Selain itu UUD 1945 juga memberikan wewenang untuk membentuk undang-undang
dengan materi (substansi) tertentu, misalnya mengenai susunan dan kedudukan MPR,DPR,DPD
dan DPRD; mengenai syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden;
mengenai pajak; pemilihan umum; dsbnya. Hal tersebut dikenal dengan undang-undang
organik (organic law, organiek wet). Dalam
hal ini atribusian kepada undang-undang organik meliputi pula atribusi materi
muatannya.
Ada juga atribusian hanya menyangkut wewenangnya saja, seperti wewenang
Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang (Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 22 UUD 1945); wewenang Pemerintahan
Daerah menetapkan peraturan daerah (Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 Perubahan
Kedua).[8]
Sementara itu, wewenang Presiden menetapkan Peraturan Presiden (Perpres) tidak
diatur dalam UUD 1945. Atribusi wewenang menetapkan Perpres diatur dalam UU No.
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Delegasi dalam Perundang-undangan
Delegasi di bidang perundang-undangan dilakukan oleh undang-undang ke
bawah. Kongkritnya dari undang-undang ke Presiden (menetapkan Peraturan Pemerintah
dan Peraturan Presiden), dan pejabat/badan/lembaga yang ditentukan dalam
undang-undang tersebut. Delegasi tersebut menyangkut wewenang dan materi
muatannya. Khusus mengenai wewenang menetapkan Peraturan Pemerintah telah
diatribusikan oleh Pasal 5 UUD 1945, tetapi
mengenai materinya didelegasikan oleh undang-undang. Demikian juga wewenang
untuk menetapkan Peraturan Presiden ditetapkan dalam UU No. 12 Tahun 2011.
Tiga contoh pendelegasian wewenang di bawah ini, memperlihatkan bentuk hukum/jenis peraturan
perundang-undangan, dan materi muatan yang ditetapkannya.
1. Ketentuan
mengenai tata cara memperoleh informasi ketenagakerjaan dan penyusunan serta
pelaksanaan perencanaan tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah. (Pasal 8 ayat (3) UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN);
2. Ketentuan
lebih lanjut mengenai penjabat sekretaris Daerah diatur dalam Peraturan
Presiden. (Pasal 214 ayat (5) UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH)
3. Ketentuan
mengenai tata keda KPU, KPU provinsi, dan KPU Kabupaten/ Kota diatur dengan peraturan
KPU. (Pasal 9 ayat (4) UU NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM)
Dari ketiga contoh di atas
memperlihatkan adanya pendelegasian jenis peraturan yang mewadahinya dan materi muatan yang ditetapkannya.
Pendelegasian tersebut selain menyangkut materi muatan, juga menyangkut pejabat
yang diberi delegasi (delegans).
Demikianlah ulasan
singkat mengenai “delegation of rule
making power” di Indonesia.
---------------------------
[2] Ibid
[3]
MUSTAMIN DG
MATTUTU, Pengertian “Delegasi wewenang perundang-undangan” sebagaimana dapat
ditemukan dalam literatur dan dalam Praktek Beberapa Negara Asing”, tanpa tahun
dan penerbit
[5]
Bagir Manan dan
Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum
Tata Negara Indonesia, Edisi Revisi, Alumni, Bandung, 1997, hlm 210
[6]
Hamid S
Attamini, Peranan Keputusan Poresiden RI
dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Disertasi, Universitas
Indonesia, Jakarta, 1990, hlm 352
[8]
UUD 1945 hanya
mengenal 5 jenis peraturan
perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Dasar, Undang-undang, Peraturan
Pemeirntah Pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah dan Peratran Daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar