PENGUJIAN
MATERIIL VERSI UUD 1945 PERUBAHAN
Oleh:
Rosjidi Ranggawidjaja
A.
Pengantar
UUD 1945 telah mengalami
empat kali perubahan. Secara substansial bukan hanya dilakukan perubahan,
tetapi juga pergantian konsepsi. Badan perwakilan rakyat yang sebelumnya hanya
mengenai MPR, DPR dan DPRD, ditambah menjadi MPR, DPD, DPR dan DPRD. Presiden
dan Wakil Presiden menurut UUD 1945 Asli dipilih oleh MPR diganti menjadi
dipilih dalam satu pasangan oleh rakyat secara langsung. Pasangan calon
Presiden dan Wakil Presiden diajukan/diusulkan
oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum.
Pemberhentian Presiden dana tau Wakil Presiden yang cukup diajukan oleh DPR
kepada MPR karena dianggap melanggar garis-garis besar haluan negara, diubah
mekanismenya harus melalui MK terlebih dahulu dengan klausul seperti ditetapkan
dalam Pasal7A UUD1945. Badan peradilan di tingkat Pusat selain MA ditambah
dengan MK, dengan wewenang tersendiri.
Khusus menyangkut wewenang
menilai substansi peraturan perundang-undangan, badan peradilan tingkat
tertinggi (MA dan MK) diberi wewenang yang berbeda satu sama lain. Dalam
konteks pengujian peraturan perundang-undangan, MA diberi wewenang berupa
menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang. Sementara itu, MK diberi wewenang untuk
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final
untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar.
B.
Permasalahan
Dalam konsteks penilaian
peraturan perundang-undangan, menurut UUD 1945 Perubahan, apakah hanya MK dan
MA yang berwewenang untuk itu. Dengan kata lain, apakah UUD 1945 hanya
menerapkan konsepsi judicial review
semata, tidak mengenal konsepsi legislative
dan executive review?
C.
Analisis
Yuridis
Untuk menjawab permasalahan
tersebut, marilah kita lihat rumsan-rumusan pasal dalam UUD 1945 Perubahan
tersebut.
Selain rumusan Pasal 24A
dan Pasal 24C tersebut di atas terdapat rumusan pasal yang mengindikasikan
adanya atau dianutnya model pengujian lain. UUD 1945 sebagai hukum yang
mengatribusikan wewenang kepada badan-badan kenegaraan yang ditetapkan di
dalamnya telah memberikan wewenang berupa penilaian (evaluasi) terhadap
produk-produk hukum yang ada. Bahkan, rumusan Aturan Peralihan dan Aturan
Tambahan UUD 1945 Perubahan mengindikasikan adanya pemberian wewenang kepada
lembaga-lembaga negara pembentuk peraturan perundang-undangan, termasuk kepada
MPR.
1.
Evaluasi terhadap Undang-undang
Pembentuk undang-undang
adalah DPR bersama Pemerintah (Presiden). DPR bersama Pemerintah (Presiden)
dapat membentuk undang-undang yang baru, yang belum pernah ada sebelumnya.
Tetapi dapat pula membentuk undang-undang untuk mengubah atau mengganti
undang-undang yang sudah ada. Apabila menganggap suatu undang-undang sudah
tidak dapat memenuhi harapan yang sesuai dengan perkembangan jaman, atau
diperlukan adanya perbaikan, maka DPR atau Pemerintah (Presiden) dapat
mengajukan rancangan undang-undang perubahan atau penggantian. Pengajuan
rancangan undang-undang adalah hak konstitusional DPR dan Pemerintah (Presiden).
Perubahan atau penggantian suatu undang-undang adalah hak dan wewenang
pembentuk undang-undang. Artinya bahwa evaluasi atau penilaian atau pengujian
atas materi suatu undang-undang dimiiki
pula oleh para pembentuk undang-undang. Hal tersebut tersurat dan tersirat dari
ketentuan Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 20A dan Pasal 21. Rumusan pasal-pasal
tersebut adalah sbb:
Pasal 5
(1) Presiden berhak mengajukan rancangan
undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.*)
(2) Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk
menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.
Pasal 20
(1) Dewan
Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.*)
(2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh
Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.*)
(3) Jika rancangan undang-undang itu tidak
mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan
lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.*)
(4) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang
yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang.*)
(5) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah
disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam raktu tiga puluh
hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang
tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.**)
Pasal 20A
(1) Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi
legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.**)
(2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang
diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat
mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.**)
(3) Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain
Undang-Undang Dasar ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak
mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas.**)
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan
Perwakilan Rakyat dan hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam
undang-undang.**)
Pasal 21
(1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan
usul rancangan undang-undang.*)
(2) Jika rancangan, itu meskipun disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat, tidak disahkan oleh Presiden, maka rancangan tadi
tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
Catatan: *) Perubahan
Pertama; **) Perubahan Kedua; ***) Perubahan Ketiga
Rumusan UUD 1945 Asli
maupun UUD 1945 Perubahan memperlihatkan bahwa pembagian wewenang membentuk dan
menilai peraturan perundang-undangan (delegation
of rule/law making power), dalam hal ini pembagian wewenang untuk menilai
produk-produk hukum negara, telah dilakukan kepada lembaga-lembaga negara yang
ada sesuai yang dikehendaki oleh pembentuk UUD 1945 (MPR).
2.
Penilaian Terhadap Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang (Perpu).
Wewenang Presiden dalam
membentuk peraturan perundang-undangan tidak hanya sebatas membentuk
undang-undang bersama DPR. Wewenang lain Presiden di bidang legislative
meliputi wewenang menetapkan Peraturan Pemerintah (Pasal 5 ayat (2)) dan
menetapkan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang (Perpu). Wewenang Presiden menetapkan Perpu diatura
dalam Pasal 22 sebagai berikut:
(1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa,
Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti
undang-undang.
(2) Peraturan Pemerintah itu harus mendapat
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.
(3) Jika tidak mendapat persetujuan maka Peraturan
Pemerintah itu harus dicabut.
Sebagaimana diketahui Pasal
22 tersebut tidak mengalami perubahan. Maksud ditetapkannya pasal tersebut,
sebagaimana tercermin dalam Penjelasan Pasal 22 UUD 1945 Asli, adalah pemberian
hak konstitusional kepada Presiden, yaitu hak Presiden untuk menetapkan
peraturan darurat (noodverordeningsrecht).
Supaya keselamatan negara terjamin dan agar Pemerintah dapat bertindak lekas dan tepat, sesuai dengan
konsep negara berdasarkan atas hukum.
Memperhatikan rumusan Pasal
22 tersebut, selain harus adanya persyaratan pembentukan Perpu, UUD 1945 telah
memberikan wewenang kepada DPR untuk menilai dan juga menguji Perpu. Makna dari
rumusan “Peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat dalam persidangan yang berikut”. Dan “Jika tidak mendapat persetujuan
maka Peraturan Pemerintah itu harus dicabut”, adalah bahwa yang berwenang
menguji Perpu adalah DPR. Tafsir otentik yang dapat diberikan atas rumusan
pasal tersebut adalah bahwa secara konstitusional yang berwenang menilai dan
menguji Perpu adalah DPR. Kongklusi tersebut tidak dapat dibantah. Itulah
maksud dan kehendak pembentuk undang-undang dasar.
Jika merujuk kepada
pendapat Cappeletti, maka penilaian Perpu oleh DPR termasuk dalam ranah “legislative review”, pengujian yang
dilakukan oleh badan legislatif. Lalu, bagaimana kalau Perpu diuji oleh lembaga
negara yang lain, MK misalnya? Sudah dapat dipastikan bahwa pemberian wewenang
kepada lembaga negara lain untuk menilai (menguji) Perpu adalah bertentangan
dengan Pasal 22 UUD 1945. Segala bentuk tindakan yang bertentangan dengan UUD
adalah tindakan illegal, inkonstitusonal. Harus dihindari, apalagi oleh MK yang
seharusnya bertindak sebagai badan pelindung konstitusi (the guardiance of the constitution).
3.
Wewenang MPR
MPR, meskipun tidak
diposisikan sebagai lembaga negara tertinggi, tetapi masih memiliki beberapa
wewenang yang sangat strategis dan penting.
Wewenang MPR di bidang perundang-undangan adalah menetapkan UUD dan
perubahan UUD (Pasal 3 jo. Pasal 37). Bahkan bukan hanya itu, sesuai dengan
ketentuan Pasal I Aturan Peralihan dan Pasal I Aturan Tambahan , UUD 1945
Perubahan memberikan wewenang kepada lembaga-lembaga negara yang memiliki
fungsi legislasi untuk melakukan penilaian atas produk-produk
perundang-undangan yang ditetapkan sendiri atau oleh lembaga negara lain.
Khusus mengenai wewenang MPR untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan
status hukum Tap MPR(S), tergolong sebagai wewenang MPR untuk melakukan
pengujian terhadap produk hukumnya sendiri. Bukan hanya Tap MPR(S) yang dapat
dinilai oleh MPR, tetapi termasuk juga penilaian terhadap UUD 1945. Hal itu
sama saja dengan wewenang DPR dan Presiden untuk menilai undang-undang.
D.
Kesimpulan
Dari uraian-uraian ringkas
tersebut di atas, berkaitan dengan masalah wewenang menguji peraturan
perundang-undangan sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Perubahan adalah:
1. Wewenang menguji materiil terhadap
undang-undang diberikan kepada MK dan wewenang menguji materiil terhadap
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang diberikan kepada MA.
Pengujian tersebut tergolong sebagai bentuk atau model “judicial review”.
2. Wewenang menguji undang-undang diberikan pula
kepada pembentuknya, yaitu DPR dan Pemerintah (Presiden). Sementara untuk
menguji Perpu diberikan kepada DPR.
3. MPR berwenang menguji produk-produk
hukum yang ditetapkannya, baik berupa
UUD (termasuk perubahannya) dan Ketetapan MPR.
4. UUD 1945 hanya mengenal dua model atau bentuk
pengujian, yaitu “judicial review”
dan “legislative review”.
Bandung, 17 Januari 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar