WAJIBKAH UNDANG-UNDANG
DASAR 1945 DIUNDANGKAN?
DASAR 1945 DIUNDANGKAN?
Oleh:
Rosjidi Ranggawidjaja
A. PENDAHULUAN
Pada jaman Hindia Belanda peraturan
perundang-undangan diundangkan (afgekondigd
atau afkondiging) dalam Staatsblad van Nederlands-Indie yang
dalam bahasa Indonesia dialihbahasakan menjadi Lembaran Negara. Selain lembaran
negara dikenal pula Tambahan Lembaran Negara (dalam bahasa Belanda disebut Bijblad op het Staatsblad).
Peraturan-peraturan yang diundangkan adalah peraturan yang mengikat secara umum
(algemene bindende voorschriften),
yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat, seperti Undang-undang dan Peraturan
Pemerintah (ordonnantie dan regeringsverordening). Penjelasan dari Undang-undang dan atau
Peraturan Pemerintah diundangkan dalam Tambahan Lembaran Negara. Praktik
pengundangan yang dilakukan sejak jaman Hindia Belanda dilanjutkan oleh
Pemerintah Republik Indonesia hingga sekarang.
Dimana ketentuan mengenai
pengundangan atau pengumuman tersebut diatur? UUD 1945, baik UUD 1945 asli
maupun dalam UUD 1945 Perubahan, tidak mengatur hal tersebut. Ketenuan tentang
pengundangan peraturan perundang-undangan (khususnya Undang-undang dan
Peraturan Pemerintah) ditemukan dalam Pasal 1 AB (Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesie/Ketentuan-ketentuan
Umum tentang Peraturan Perundang-undangan untuk Indonesia) sebagaimana dimuat
dalam Staatsblad 1847 No. 23 dan Pasal 95 Indische Staatsregeling (disingkat
IS) sebagaimana dimuat dalam Staatsblad 1925 No.415. IS tersebut dikeluarkan
sebagai pengganti Regerings Reglement atau lengkapnya disebut Reglement op het beleid der Regering van
Nederlandsche Indie (disingkat RR) yang dimuat dalam Staatsblad 1854 No. 2.
RR maupun IS merupakan undang-undang dasar Hindia Belanda.1
Jadi, pada jaman Hindia Belanda, UUD diundangkan dalam Lembaran Negara (Staatsblad). Setelah proklamasi
ketentuan mengenai pengundangan tersebut diatur dalam:
- Peraturan
Pemerintah No.1 Tahun 1945 tentang Pengumuman dan berlakunya Peraturan
Pemerintah RI,
- Undang-undang
Darurat No. 1 Tahun 1949 tentang Mengumumkan Undang-undang Federal,
- Undang-undang
Darurat No. 2 Tahun 1950 tentang Penerbitan Lembaga Negara RIS dan Berita
Negara RIS dan tentang Mengeluarkan, Mengumumkan dan mulai berlakunya
Undang-undang Federal dan Peraturan Pemerintah , yang ditetapkan sebagai
Undang-Undang Federal dalam Lembaran Negara Tahun 1950 No. 32,
- Pasal
142 Konstitusi RIS 1949,
- Pasal
100 UUDS 1950,
- Keppres
No.188 Tahun 1998 tentang Tata Cara Mempersiapkan RUU,
- Undang-undang No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan jo. Undang-undang No.10 Tahun 2004
Dari semua ketentuan
perundang-undangan tersebut umumnya materi yang diundangkan hanyalah berkisar
antara Undang-undang dan Peraturan Pemerintah. Hanya dalam Undang-undang No.12
Tahun 2011, Pasal 81 sampai Pasal 83 yang merinci jenis-jenis peraturan perundang-undangan yang diundangkan
dalam Lembaran Negara, Tambahan Lembaran Negara, Berita Negara, Tambahan Berita
Negara, dan Lembaran Daerah serta Berita Daerah. Lalu, apakah Undang-Undang
Dasar (1945) wajib diundangkan? Bila, “ya” dimana Undang-Undang Dasar 1945
tersebut diundangan dalam Lembaran Negara atau Berita Negara?
B. PENGALAMAN SEJARAH PENGUNDANGAN
Undang-Undang Dasar 1945 yang pernah
berlaku untuk pertama kalinya dari tanggal 17 Agustus 1945 sampai 27 Desember
19492 pernah dimuat dalam Berita Republik
Indonesia Tahun II No. 7 tertanggal 15 Pebruari 1946. Jadi kurang lebih enam
bulan setelah ditetapkan oleh PPKI. Kemudian sejak tanggal 27 Desember 1949
hingga 17 Agustus 1950 berlaku Konstituri RIS 1949. Kehadiran Konstitusi RIS
1949 sebagai hasil pembicaraan dalam beberapa pertemuan antara wakil-wakil RI,
wakil-wakil negara-negara bagian dan pemerintah Belanda yang diwakili oleh BFO,
dan terakhir dilanjutkan dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag tanggal 23
Agustus hingga 29 Oktober 1949.
Pengumuman Konstitusi RIS 1949 dimuat dalam Keputusan Presiden Nomor 48
Tahun 1950 tertanggal 31 Januari 1950 dan diumumkan oleh Menteri Kehakiman
tanggal 6 Pebruari 1950. Pada dictum “Memutuskan” dijelaskan sebagai berikut:
“Mengumumkan dengan
menempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Serikat:
- Piagam penanda
tanganan Konstitusi Republik Indonesia Serikat.
- Konstitusi Republik
Indonesia Serikat”.3
Tidak diperoleh
informasi, dalam Lembaran Negara RI tahun berapa dan nomor berapa Konstitusi
RIS 1949 tersebut diundangkan. Dengan demikian menjadi pertanyaan, apakah
ketentuan mengenai perintah mengumumkan dalam Keputusan Presiden No.48 Tahun
1950 tersebut dilakukan atau tidak. Dugaan sementara memperlihatkan bahwa hanya
Keputusan Presiden No. 48 Tahun 1950 itulah yang diumumkan/diundangkan dalam
Lembaran Negara, yaitu Lembaran Negara Tahun 1950 No. 56 yang didalamnya
terlampir rumusan Konstitusi (Sementara) RIS 1949.
Konstitusi RIS
1949 tersebut diganti dengan UUD 1950 pada tanggal 17 Agustus 1950. Jadi
Konstitusi RIS 1949 hanya berlaku selama kurang lebih 8 bulan. Pergantian
Konstitusi RIS 1949 oleh UUDS 1950 dilakukan melalui Undang-undang No.7 Tahun
1950 tentang Perubahan Konstitusi sementara Republik Indonesia Serikat menjadi
Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1950
Nomor 56).4
Perubahan Konstitusi RIS 1949 menjadi UUDS 1950 dilakukan berdasarkan
undang-undang. Dengan demikian, maka sebenarnya yang diundangkan bukanlah
UUDS 1950.5
UUDS 1950 berlaku sejak tanggal 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959. Melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959,
Undang-Undang Dasar 1945 berlaku kembali untuk kedua kalinya. Sebagaimana
diketahui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tersebut dituangkan dalam Keputusan
Presiden RI No.150 Tahun 1959 dan diundangkan dalam Lembaran Negara RI Tahun
1959 No. 75. Dalam Dekrit Presiden tersebut dilampirkan pula teks Undang-Undang
Dasar 1945. Menurut Sri Soemantri Martosoewignjo, teks atau rumusan
Undang-Undang Dasar 1945 yang dicantumkan dalam Berita Negara RI Tahun II No. 7
berbeda dengan yang dikeluarkan oleh Sekretariat Negara RI dan dipergunakan
sebagai Bahan Penataran P4.6 Dalam
hal ini rumusannya berbeda dengan yang dimuat dalam lampiran Dekrit Presiden 5
Juli 1959.7
Dari praktik ketatanegaraan tersebut
diatas, ternyata bahwa hanya UUD 1945 yang berlaku pada 17 Agustus 1945 hingga
29 Desember 1949 yang dmuat dalam Berita (Negara?) Republik Indonesia Tahun II
No. 7, Konstitusi RIS 1949, UUDS 1950 dan UUD 1945 yang diberlakukan melalui
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tidak secara emplisit dimuat dalam Lembaran Negara
RI atau Berita Negara RI. Pemuatan UUD 1945 yang diberlakukan melalui Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 hanyalah merupakan lampiran dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tersebut. Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 diwadahi dalam
Keputusan Presiden No. 150 Tahun 1959. Dengan perkataan lain Keputusan Presiden
itulah yang dimuat dalam Lembaran Negara RI No. 75 Tahun 1959, sedangkan
pemuatan UUD 1945 hanya sebagai lampiran
dari Keputusan Presiden No. 150 Tahun 1959 tersebut.
C. PENGATURAN PERINTAH PENGUNDANGAN/PENGUMUMAN
Sudah dapat dipastikan bahwa dalam
Undang-Undang Dasar 1945 yang pernah berlaku beberapa kali, termasuk yang telah
diubah dari tahun 1999 hingga tahun 2002, demikian pula dalam Konstitusi RIS
1949 dan UUDS 1950, tidak ada ketentuan yang mengharuskan undang-undang dasar
diundangkan dalam Lembaran Negara RI atau dalam Berita Negara RI. Pengundangan atau pengumuman peraturan
perundang-undangan dalam Lembaran Negara, Tambahan Lembaran Negara, Berita
Negara, Lembaran Daerah dan Berita Daerah, lebih banyak didasarkan kepada
tradisi atau praktek-praktek yang telah dilakukan sejak jaman Hindia Belanda.
Dasar logikanya adalah perberlakuakn “fiksi hukum” dan sifat pemaksaan hukum.
Setiap orang dianggap mengetahui undang-undang (dalam arti materil), dan setiap
orang terikat pada undang-undang sejak undang-undang tersebut dinyatakan
berlaku”.8 Tanpa perberlakuan fiksi hukum tersebut
orang akan berkelit atau berdalih bahwa dia tidak mengetahui peraturan hukum
tersebut, apabila dia dituduh dan atau didakwa telah melakukan perbuatan yang
melanggar ketentuan perundang-undangan. Hal itu akan sangat berbahaya, bagi
penegakan hukum (law enforcement). Jadi lebih tertuju kepada penerapan sanksi
(khususnya sanksi pidana, keperdataan
dan atau sanksi adminsitrasi) atas larangan dari suatu ketentuan
perundang-undangan.
Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa
pengundangan peraturan perundang-undangan sudah dimulai sejak jaman penjajahan
Hindia Belanda sebagaimana dimuat dalam Pasal 1 Algemene Bepalingan van
Wetgeving voor Indonesie (AB) dan Pasal 95 Indische Staatsregeling (IS), yang
masing-masing menyatakan:
De bepalingen door den Koning, of, in
zijnen naam, door den Gouvernueur-Generaal vasgesteld, verkrijgen in Indonesie
kracht van wet door hare afkondiging,
in den vorm bepaald bij het reglement op het beleid der regering (Pasal 1 AB).
De algemeene verordeningen
(regeeringsverordeningen, ordonanntie, algemeene maatregelen van bestuur en
wetten) worden door den Gouverneur-Generaal afgekondigd en door den algemeene secretaries of een der
governments-secretarissen gewaarmerkt. (Pasal 95 (1) IS).
Die afkondiging wordt gerekend geshied te zijn door plaatsing in
het Staatsblad van Nederlansche Indie. Zij is, ingeldingen vorm geschied, de
eenige voorwaarde der verbinbaarheid.(Pasal 95(2) IS).
Setelah kemerdekaan rumusan semacam
itu diteruskan dalam Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1945 tertanggal 10
Oktober 1945 pasal 1nya menyatakan: Segala Undang-Undang dan Peraturan Presiden
diumumkan oleh Presiden dan ditandatangani oleh Sekretaris Negara.”
Menurut rumusan-rumusan tersebut, baik
AB, IS maupun Peraturan Pemerintahan No. 1 Tahun 1945, ternyata hanya
Undang-undang dan Peraturan Presiden (istilah dalam AB dan IS adalah
regeeringsverordeningen, ordonanntie, dan algemeene maatregelen van bestuur en
wetten) yang wajib diundangkan/diumumkan, peraturan perundang-undangan lain,
khususnya Undang-undang Dasar, tidak diharuskan/diwajibkan.
Kemudian dengan berlakunya Konstitusi
RIS 1949 maka ketentuan Pasal 143 yang menjadi dasar tentang keharusan
mengadakan pengumuman. Pasal tersebut menyebutkan:
(1)
Undang-undang
Federal mengadakan aturan-aturan tentang mengeluarkan, mengumumkan dan mulai
berlakunya Undang-undang Federal dan Peraturan Pemerintah.
(2)
Pengumuman
terjadi dalam bentuk menurut undang-undang adalah syarat tunggal untuk
mempunyai kekuatan mengikat.
Sebagai pelaksanaan dari ketentuan
tersebut maka dikeluarkan Undang-undang Darurat No. 2 Tahun 1950 yang kemudian
dijadikan Undang-undang Federal (Lembaran Negara Tahun 1950 No. 32). Pasal
1-nya menyebutkan: Pemerintah menerbitkan Lembaran Negara Republik Indonesia
Serikat dan suatu Berita Negara Republik Indonesia Serikat”. Dalam Pasal 3
ditetapkan materi apa yang dimuat dalam Lembaran Negara dan yang dimuat dalam
Berita Negara. Rumusan Pasal 3 menyatakan: Dalam selembar Lembaran Negara
tersendiri dimuat sebagai pengumuman tiap-tiap Undang-Undang Federal dan
tiap-tiap Peraturan Pemerintah. Dalam Berita Negara dimuat peraturan mengenai
hal-hal yang dengan Undang-Undang Federal atau dengan Peraturan Pemerintah
diserahkan kepada alat perlengkapan Republik Indonesia Serikat lain, dan juga
surat-surat lain yang harus ataupun dianggap perlu atau berguna disiarkan dalam
Berita Negara.
Mengenai jenis peraturan
perundang-undangan yang diumumkan (istilah yang resmi dipakai adalah
“diumumkan” bukan “diundangkan”), secara eksplisit disebutkan dalam Pasal 5
yang berbunyi:
Undang-Undang Federal dan Peraturan
Pemerintah, setelah ditandatangani oleh Presiden dan ditandatangani serta oleh
Menteri yang bersangkutan, diumumkan oleh Presiden. Menteri tersebut mengirimkan
Undang-undang dan Peraturan Pemerintah itu kepada Menteri Kehakiman, yang
menyelenggarakan dengan segera termuatnya dalam Lembaran Negara. Jikalau
diperlukan penandatanganan serta oleh lebih dari satu Menteri, maka pengiriman
itu dilakukan oleh Menteri yang terakhir menandatanganinya.”
Dari rumusan Undang-Undang Federal
tersebut dapat ditarik beberapa simpulan, yaitu:
- Hanya
Undang-undang dan Peraturan Pemerintah yang diumumkan;
- Istilah
yang dipakai secara resmi adalah “diumumkan”, bukan “diundangkan”;
- Media
tempat mengumumkannya adalah Lembaran Negara dan Berita Negara.
- Undang-Undang
dan Peraturan Pemerintah dimuat dalam Lembaran Negara, sementara dalam
Berita Negara dimuat peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh alat
perlengkapan negara lain yang mendapat pendelegasian dari Undang-Undang
Federal atau Peraturan Pemerintah.
- Berita Negara memuat surat-surat lain yang dianggap perlu atau berguna untuk dimuat disiarkan (tidak jelas apa yang dimaksud dengan surat-surat lain tersebut).
Tidak ada keterangan mengenai
pemuatan Penjelasan Undang-undang dan atau Penjelasan Peraturan Pemerintah
dalam Tambahan Lembaran Negara.
Sebagaimana disinggung di muka,
dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1950 (LN Tahun 1950 No. 56), Konstitusi RIS
1949 diubah menjadi UUDS 1950. Ketentuan
Pasal 143 Konstitusi RIS 1949 diubah menjadi Pasal 100 UUDS 1950, yang
substansinya adalah sama. Pasal 100 tersebut menyatakan:
(1)
Undang-undang
mengadakan aturan-aturan tentang membentuk, mengundangkan dan mulai berlakunya
undang-undang dan peraturan-peraturan Pemerintah.
(2)
Pengundangan,
terjadi dalam bentuk menurut undang-undang adalah syarat tunggal untuk kekuatan
mengikat.
Pelaksanaan ketentuan pasal tersebut
ternyata masih mengacu kepada Undang-undang No. 2 Tahun 1950. Dan hal itu terus
berlaku hingga keluarnya Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1970 tentang Tata Cara
Mempersiapkan RUU dan RPP-RI. Dalam Inpres tersebut tidak diatur mengenai
pengundangan. Hal tersebut terurai dalam bagan prosedur penyelesaian RUU/RPP
dan Proses Pembentukan UU/PP yang dikeluarkan oleh Sekretariat Negara sebagai
lampiran dari Inpres No. 15 Tahun 1970 tersebut. Dalam bagan tersebut tergambar
adanya pengundangan untuk undang-undang dan Peraturan Pemerintah setelah
disahkan oleh Presiden, yang dilakukan
oleh Sekretaris Negara sebagai instansi yang berwenang mengundangkan
Undang-undang dan Peraturan Pemerintah.
Kewenangan Sekretaris Negara mengundangkan peraturan-peraturan tersebut
didasarkan kepada Keputusan Presiden No. 234 Tahun 1960 yang mengembalikan
tugas pengundangan/pengumuman dari Menteri Kehakiman kepada Sekretaris Negara.9
Dalam perkembangannya, maka
pengundangan suatu peraturan perundang-undangan itu diletakkan dalam suatu
Lembaran Negara Republik Indonesia (LN), sedangkan peraturan perundang-undangan
yang harus diundangkan dalam Lembaran Negara tersebut adalah Undang-undang,
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU), dan Peraturan Pemerintah.
Di samping ketiga peraturan perundang-undangan tersebut maka terhadap
Keputusan-keputusan Presiden tertentu, seperti Keputusan Presiden mengenai
Ratifikasi Perjanjian Internasional juga diundangkan di dalam Lembaran
Negara. Pengundangan Penjelasan peraturan perundang-undangan
tersebut diletakkan di dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia.10
Instruksi Presiden No.15 Tahun 1970
tersebut dinyatakan tidak berlaku sejak diberlakukannya Keputusan Presiden No.
188 Tahun 1998 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-undang, yaitu
tanggal 29 Oktober 1998.11
Menteri Sekretaris Negara mengundangkan Undang-undang tersebut dengan
menempatkannya dalam Lembaran Negara (Pasal 26 ayat (3)). Tidak ada keterangan
tentang keharusan pemuatan Penjelasan Undang-undang dan penempatannya dalam
Tambahan Lembaran Negara. Hal tersebut diserahkan kepada atau mengikuti praktek
yang berlaku. Satu hal yang perlu diberi catatan berkaitan dengan Keputusan
Presiden No. 188 Tahun 1998 tersebut, adalah mengenai ketentuan yang mengatur
tentang Peraturan Pemerintah. Sebagaimana dimaklumi, materi yang diatur dalam
Inpres No.15 Tahun 1970 tidak hanya mengenai tata cara mempersiapkan rancangan
undang-undang tetapi juga mengenai tata cara mempersiapkan rancangan Peraturan
Pemerintah. Dengan dinyatakan tidak berlakunya Instruksi Presiden No. 15 Tahun
1970 tersebut, apakah tata cara mempersiapkan rancangan Peraturan Pemerintah
juga dinyatakan tidak berlaku? Lalu, peraturan yang mana yang dijadikan acuan
untuk mempersiapkan rancangan Peraturan Pemerintah? Bukankah Keputusan Presiden
No.188 Tahun 1998 hanya mengatur mengenai
tata cara mempersiapkan rancangan undang-undang? Dapatkah dikatakan
bahwa ketentuan-ketentuan dalam Inpres No. 15 Tahun 1970 sepanjang mengenai
tata cara mempersiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah masih diakui keberadaannya?
Sebuah kekeliruan yang seharusnya tidak perlu terjadi!
Sejalan dengan semangat reformasi di
bidang hukum, dilakukan perubahan-perubahan ketentuan dalam
konstitusi/undang-undang dasar. Secara yuridis konstitusional terjadi
pergeseran kekuasaan membentuk undang-undang. Semula kekuasaan membentuk
undang-undang berada pada Presiden (Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 asli. Kemudian
dalam UUD 1945 baru, Pasal 20 ayat (1) ditetapkan bahwa DPR memegang kekuasaan
membentuk undang-undang. Namun, ayat berikutnya (ayat 2) menyatakan bahwa
setiap rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat
persetujuan bersama. Bila demikian halnya maka kekuasaan membentuk
undang-undang tidak semata-mata dipegang oleh DPR! Ketentuan mana yang harus
jadi pegangan? Dalam hal ini harus digunakan penafsiran sistematik, yaitu bahwa
ketentuan yang dirumuskan terakhirlah yang menjadi pegangan. Hal iitu pun
dilakukan dalam praktek.
Lepas dari permasalahan di atas, hal
yang berkaitan dengan tata cara pembentukan undang-undang akan diatur lebih
lanjut dengan undang-undang (Pasal 22A UUD 1945 Amandemen Kedua). Sebagai realisasi dari perintah Pasal 22A UUD
1945 tersebut, dikeluarkan Undang-undang
No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.12 Undang-undang tersebut dengan tegas
menggunakan istilah pengundangan bukan pengumuman. Yang dimaksud dengan
pengundangan adalah penempatan peraturan perundang-undangan dalam Lembaran
Negara RI, Tambahan Lembaran Negara RI, Berita Negara RI, Tambahan Berita
Negara RI, Lembaran Daerah dan Berita Daerah (Pasal 1 angka 11). Hal-hal yang
berkaitan dengan pengundangan dan jenis-jenis serta siapa yang mengundangkan
peraturan perundang-undangan tersebut (khususnya peraturan perundang-undangan
tingkat pusat) adalah sebagai berikut:
Pasal 3
(1)
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam
peraturan perundang-undangan.
(2)
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditempatkan dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
(3)
Penempatan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia tidak merupakan dasar pemberlakuannya.
Penjelasan Pasal 3
Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hokum dasar negara merupakan sumber
hokum bagi Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang
Dasar.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Ketentuan ini menyatakan
bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berlaku sejak
ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Pasal 4
Peraturan Perundang-undangan yang
diatur lebih lanjut dalam Undang-undang ini meliputi Undang-undang dan
Peraturan Perundang-undangan di bawahnya.
Penjelasan Pasal 4
Yang diatur lebih lanjut dalam
Undang-undang ini hanya Undang-undang ke bawah, mengingat Undang-Undang Dasar
tidak termasuk kompetensi pembentuk Undang-undang.
Pasal 45
Agar setiap orang mengetahuinya,
Peraturan Perundang-undangan harus diundangkan dengan menempatkannya dalam:
- Lembaran
Negara Republik Indonesia;
- Berita
Negara Republik Indonesia;
- Lembaran
Daerah; dan
- Berita Daerah.
Penjelasan Pasal 45
Dengan diundangkan Peraturan
Perundang-undangan dalam lembaran resmi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
ini maka setiap orang dianggap telah mengetahuinya.
Pasal 46
(1) Peraturan perundang-undangan
yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, meliputi:
a.
Undang-Undang/Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
b.
Peraturan
Pemerintah;
c.
Peraturan
Presiden mengenai:
1)
pengesahan
perjanjian antara negara Republik Indonesia dan negara lain atau badan
internasional; dan
2)
pernyataan
keadaan bahaya.
d.
Peraturan
Perundang-undangan lain yang menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku
harus diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
(2) Peraturan Perundang-undangan
lain yang menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku harus diundangkan
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Pasal 47
(1)
Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia memuat penjelasan Peraturan
Perundang-undangan yang dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
(2)
Tambahan
Berita Negara Republik Indonesia memuat penjelasan Peraturan Perundang-undangan
yang dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Pasal 48
Pengundangan Peraturan
Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia atau Berita Negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dilaksanakan oleh
Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan
perundang-undangan.
Penjelasan Pasal 46, 47
dan 48: Cukup jelas
D. FUNGSI DAN TUJUAN PENGUNDANGAN/PENGUMUMAN
Dengan mengutip pengertian-pengertian
dalam kamus hukum (Rechtsgeleerd Handwoordenboek; Black’s Law Dictionary) A
Hamid S Attamimi membedakan pengertian “pengundangan” (afkondiging, promulgation) dan “pengumuman” (publicatie,
publication), sebagai berikut:
Afkondiging : ter openbare bekendmaking, voor onder
scheidene over heidshandelingen voorgeschreven en wet veal op strafe van
nietigheid (pemberitahuan kepada umum, ditetapkan terhadap
tindakan-tindakan pemerintah tertentu, sebagian dengan snksi pidana).
Publicatie : bekendmaking, openbaarmaking (pengumuman,
membuat sesuatu terbuka untuk umum
atau diketahui oleh umum).
Promulgation : The
order given to cause a law to be executed, and to make it public; it differs
from publication (perintah yang diberikan agar suatu undang-undang
diberlakukan dan diumumkan; promulgation berbeda dengan publication).
Publication : to
make public; to make know to people in general; to bring before public
(mengumumkan kepada rakyat banyak; membawa kepada khalayak ramai).13
“Pengundangan ialah pemberitahuan
secara formal suatu peraturan negara dengan penempatannya dalam suatu
penerbitan resmi yang khusus untuk maksud itu sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Pengumuman ialah pemberitahuan secara
material suatu peraturan negara kepada khalayak ramai dengan tujuan utama
mempermaklumkan isi peraturan tersebut seluas-luasnya.”
Tujuan pengundangan ialah agar secara
formal setiap orang dapat dianggap mengenali peraturan negara (een ieder wordt geacht de wet te kennen),
agar tidak seorangpun berdalih tidak mengetahuinya (opdat niemand hiervan onwetendheid voorwende), dan agar
ketidaktahuan seseorang akan peraturan hokum tersebut tidak memaafkannya (ignorantia iuris neminem excusat).
Tujuan pengumuman ialah agar secara
material sebanyak mungkin khalayak ramai mengetahui peraturan negara tersebut
dan memahami isi serta maksud yang terkandung di dalamnya”.14
Dengan demikian maka “pengundangan”
berkaitan dengan pemberlakukan dan daya mengikat, kadang kala berkaitan dengan
sanksi pidana (op strafe van nietigheid)
atau memberikan beban kepada masyarakat. Sementara dengan “pengumuman”
dimaksudkan hanya untuk diketahui khalayak ramai sebagai suatu permakluman isi
peraturan hukum tersebut. Oleh karena isi UUD tidak dimaksudkan untuk
memberikan beban kepada masyarakat dan tidak memuat sanksi pidana, maka cukup
diumumkan saja (openbaarmaking).
Sangat beralasan mengapa UUD 1945 hanya dimuat dalam Berita (Negara) Republik
Indonesia, tidak dimuat dalam Lembaran Negara.
Pada sisi lain, substansi UUD pada
umumnya hanya mengatur mengenai pembagian dan pembatasan tugas dari badan-badan
kenegaraan (the constitution
prohibitions against the organs of the legislative, executive and
judicial powers).15 Dalam
hampir semua UUD (konstitusi) negara-negara yang ada di dunia, ketentuan hukum
di dalamnya yang berkaitan dengan hak, tugas, wewenang dan kewajiban
badan-badan kenegaraan. Ketentuan mengenai hak dan kewajiban warga negara,
misalnya, hanya ditetapkan secara “garis besar”, bersifat fundamental. Rincian
lebih lanjut, termasuk pembebanan kewajiban dan sanksi pidana, diatur dalam
undang-undang organik. Terhadap Undang-undang tersebut wajib diundangkan dalam
Lembaran Negara (Bijblad, Gazette).
Jadi, UUD hanya berisi pembagian tugas dan wewenang yang hanya mengikat bagi
badan-badan kenegaraan, tidak ditujukan secara khusus bagi masyarakat (the constituion contains the prohibitions
and commands addressed to the organs of the state not for the citizens).
Tugas badan-badan negara untuk melaksanakan atau menyelenggarakan lebih lanjut
ketentuan-ketentuan UUD (to execute the
constitution).
Bagi negara-negara yang menempatkan
UUD sebagai “the supreme law of the land”
atau “the higher law of the land”,
maka kedudukan UUD berada di atas undang-undang. Namun, bagi negara yang
menempatkan UUD sederajat dengan undang-undang biasa, dimana pada umumnya
undang-undang selalu diundangkan, maka
dengan demikikan maka UUD-pun secara “otomatis” diundangkan dalam “Gazette” atau “Bijblad”. Hal itu dilakukan seperti penetapan UUDS 1950. Wajar saja
kalau UUD 1945 dan demikian pula Ketetapan MPR(S) tidak diundangkan. Bayangkan,
jika UUD dan atau Ketetapan MPR(S), karena tidak diundangkan dianggap tidak sah
atau batal demi hukum (van rechtswegenietig). Sebagaimana dimaklumi telah
sekian banyak Ketetapan MPR(S) yang ditetapkan dianggap tidak sah. Apakah dapat
diterima akal sehat jika semua Ketetapan MPR(S), misalnya ketetapan tentang
pengangkatan Presiden RI dan Wakil Presiden RI, dinyatakan tidak sah?
Doktrin pun mengajarkan kepada kita
bahwa dasar berlakunya suatu kaidah hukum tidak selalu didasarkan kepada
paksaan penguasa (Machttheorie/the Power
Theory) tetapi juga dapat berlaku berdasarkan penerimaan dari masyarakat (Anerkennungstheorie/the Recognition Theory).16 Penerimaan terhadap UUD 1945 asli
maupun UUD Amandemen sudah tidak disangsikan lagi. Keikutsertaan masyarakat
dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung, pemilihan umum
anggota DPD, dan penerimaan putusan-putusan dari Mahkamah Konstitusi sebagai
tatanan baru dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia, adalah sebuah bukti yang
tidak dapat disangkal akan pengakuan terhadap aturan hukum ketatanegaraan yang
baru. Sejarah membuktikan bahwa ketentuan-ketentuan ketatanegaraan yang
(pernah) berlaku di Indonesia tidak sebatas apa yang tersurat dalam UUD,
praktek ketatanegaraan yang berjalan diakui dan diterima baik oleh para
penyelenggara negara maupun oleh masyarakat.
E. ANALISIS TERHADAP KETENTUAN HUKUM POSITIP
Dari uraian pada butir C
di atas, ternyata bahwa penempatan UUD dalam Lembaran Negara belum pernah
dilakukan. UUD 1945 sendiri diumumkan dalam Berita (Negara?) Republik Indonesia
Tahun II No. 7 tertanggal 15 Pebruari 1946. Pernyataan berlakunya Konstitusi
RIS 1949 dimuat dalam Keputusan Presiden No. 48 Tahun 1950 tertanggal 31
Januari 1950 dan naskah Konstitusi RIS 1949 disertakan sebagai lampiran.
Sementara, kehadiran UUDS 1950 sebagai perubahan dari Konstitusi RIS 1949
dilakukan melalui Undang-undang No.7 Tahun 1950 (Lembaran Negara RI Tahun 1950
No. 56). Hal itu dilakukan karena
Konstitusi RIS 1949 maupun UUDS 1950 tidak berkedudukan sebagai “the Supreme Constitution” (UUD derajat
tinggi), karena perubahan UUD dilakukan dengan undang-undang.
Berlakunya kembali UUD
1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dilakukan dengan keluarnya Keputusan
Presiden No. 150 Tahun 1959 (Lembaran Negara RI Tahun 1950 No. 75), naskah UUD
1945 dilampiran dalam keputusan Presiden tersebut. Dengan demikian tidak dapat
diartikan bahwa pengundangan UUD 1945 dilakukan melalui lembaran negara, karena
yang diundangkan adalah Keputusan Presiden No. 150 Tahun 1959. Setelah MPR
terbentuk tahun 1972, sebagai hasil Pemilihan Umum Tahun 1971, pada
persidangan-persidangan tahun 1973 tidak pernah ada pernyataan dari MPR untuk
menetapkan UUD 1945 sebagai undang-undang dasar tetap. Demikian pula MPR yang
mengadakan sidang tahun 1978, 1983, 1988; bahkan sesudah melakukan
persidangan-persidangan pada waktu melakukan perubahan-perubahan UUD 1945. Sebagaimana dimaklumi, perubahan UUD 1945
pertama hingga keempat pun, yang dituangkan dalam naskah Perubahan Pertama,
Perubahan Kedua, Perubahan Ketiga dan Perubahan Keempat UUD Negara Republik
Indonesia, yang ditandatangani oleh Ketua dan Wakil-wakil Ketua MPR, seperti
halnya Ketetapan-ketetapan MPR tidak pernah ada tindakan memuat dalam Lembaran
Negara RI. Meskipun demikian, perubahan-perubahan tersebut pada bagian
penutupnya diakhiri dengan frase atau kata-kata sebagai berikut:
Penutup Perubahan Pertama
Naskah perubahan ini
merupakan bagian tak terpisahkan dari naskah Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Perubahan tersebut
diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia ke-12 tanggal 19 Oktober 1999 Sidang Umum Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia, dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada
tanggal 19 Oktober 19999
Penutup Perubahan Kedua
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 18 Agustus 2000
Penutup Perubahan Ketiga
Naskah perubahan ini
merupakan bagian tak terpisahkan dari naskah Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Perubahan tersebut
diputuskan dalam rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
ke-7 (lanjutan 2) tanggal 9 Nopember 2001 Sidang Tahunan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, dan mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 9
Nopember 2001
Penutup Perubahan Keempat
Perubahan tersebut
diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia ke-6 (lanjutan) tanggal 19 Agustus 2002 Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia, dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 10 Agustus 2002
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa Naskah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 ditetapkan dan
dinyatakan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan oleh MPR. Dengan demikian MPR
telah melaksanakan ketentuan Pasal 3 UUD 1945, meskipun hanya mengenai
perubahannya saja. Masalahnya, mengapa tidak diundangkan dan perlukah
putusan-putusan MPR diundangkan?
Praktek ketatanegaraan
Indonesia, sejak dikeluarkannya Ketetapan MPRS No. I tahun 1960 hingga
Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 ternyata bahwa dalam diktum terdapat kata-kata
“Memutuskan” dan “Menetapkan”. Hal itu menggambarkan bahwa materi yang diatur
dalam Ketetapan MPR(S) dan juga Keputusan MPR(S), “ditetapkan” oleh MPR sebagai
aturan yang sah dan berlaku. Baik berlaku untuk umum atau ditujukan kepada
seseorang tertentu (misalnya Pengangkatan Presiden dan atau Wakil Presiden
Republik Indonesia). Semuanya tidak pernah dianggap tidak sah (void). Jika
karena dengan alasan tidak diundangkan dalam Lembaran Negara dan dianggap tidak
sah serta tidak mengikat, maka semua putusan MPRS sejak tahun 1960 hingga
putusan MPR sekarang adalah tidak sah. Jika pola pikir semacam ini diterapkan,
maka dengan demikian selama kurun waktu
tersebut tidak pernah ada pemerintahan, dan sudah barang tentu tidak ada Negara
Republik Indonesia. Pemikiran demikian
mengingkari kenyataan.
Bagaimana halnya dengan
ketentuan normatif yang dimuat dalam Pasal 3 ayat (2) dan (3) Undang-undang No.
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan?. Doktrin
mengajarkan bahwa suatu kaidah harus mempunyai dasar berlaku secara yuridis (juridische gelding). Dalam hal ini
pembentuk peraturan perundang-undangan harus memiliki kewenangan baik secara
formal maupun secara material. Secara material, Undang-undang No.10 Tahun 2004
merupakan undang-undang organik (organiek
wet), yaitu “diperintahkan” oleh Pasal 22A Undang-Undang Dasar 1945. Secara
“autentiek interpretatie”, Undang-undang
No.12 Tahun 2011 hanya dapat mengatur tentang pembentukan undang-undang, tidak dapat dibenarkan mengatur pembentukan
peraturan perundang-undangan lain, termasuk (khususnya) mengatur hal-hal yang
berkaitan dengan Undang Undang Dasar. Jika hal itu dilakukan berarti pembentuk
Undang-undang telah melanggar Pasal 22A Undang-Undang Dasar 1945. Setidak-tidak
ketentuan Pasal 3 Undang-Undang No.12 Tahun 2011 dapat dibatalkan. Undang-undang tidak dibenarkan mengatur
materi muatan Undang-Undang Dasar, dalam hal ini tentang pengundangan Undang
Undang Dasar 1945. Pembentuk undang-undang telah berbuat melebihi kewenangan (ultra petita) yang secara
konstitusional diberikan kepadanya. Ketentuan dari undang-undang seharusnya
mengacu kepada ketentuan Undang Undang Dasar, bukan sebaliknya. Hal itu pun
menyimpang dari asas pembentukan peraturan perundang-undangan, yaitu asas
kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat serta asas kesesuaian antara jenis
dan materi muatan.17
Pembentuk undang-undang tidak berwenang mengatur materi yang seharusnya diatur
oleh pembentuk (yang menetapkan) undang-undang dasar. Materi yang berkaitan dengan undang-undang
dasar harus diatur dalam Undang-undang Dasar atau Ketetapan MPR. MPR-lah yang
berwenang mengatur hal itu.
Pembentuk Undang-undang
No. 12 Tahun 2011 menyadari hal itu, sebagaimana tersurat dalam ketentuan Pasal
4 dan Penjelasannya, yang menyatakan:
Pasal 4: Peraturan
perundang-undangan yang diatur lebih lanjut dalam Undang-undang ini meliputi
Undang-Undang dan Peraturan Perundang-undangan di bawahnya.
Penjelasan Pasal 4:
Yang diatur lebih lanjut
dalam Undang-Undang ini hanya Undang-Undang ke bawah, mengingat Undang-Undang
Dasar tidak termasuk kompetensi pembentuk Undang-Undang.
Menurut hemat penulis,
ketentuan Pasal 3 bertentangan dengan ketentuan Pasal 4. Oleh karenanya UUD
tidak perlu diatur dalam UU No.12 Tahun 2011 dan oleh karenanya UUD tidak harus
diundangkan dalam Lembaran Negara. Toh, praktiknya hingga sekarang dalam
Lembaran Negara nomor berapa tahun berapa UUD 1945 diundangkan? Jadi, ketentuan
Pasal 3 UU No. 12 Tahun 2011 sebaiknya dihapuskan.
Sebenarnya bukan hanya
itu, menurut hemat penulis pembentuk Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tidak
berwenang mengatur selain Tata Cara Pembentukan Undang-Undang. Pasal 22A Undang-Undang Dasar 1945 Perubahan
Kedua, sebagaimana pernah disinggung di muka, tidak memberikan kewenangan untuk
mengatur Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Bukankah
pengertian Undang-Undang berbeda dengan pengertian peraturan
perundang-undangan? Inilah salah satu materi yang perlu dicatat dalam
melakukan Perubahan Undang-Undang Dasar
1945 selanjutnya.
Bandung 1 Maret 2007
DAFTAR BACAAN
Amiroeddin Syarif,
PERUNDANG-UNDANGAN, DASAR, JENIS DAN TEKNIK MEMBUATNYA, Bina Aksara, Jakarta,
1987.
A Hamid S Attamimi, PERANAN KEPUTUSAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN NEGARA,
disertasi, Pascasarjana Universitas Indonedia, Jakarta, 1990.
-----------------, TEORI
PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA, SUATU SISI ILMU PENGETAHUAN PERUNDANG-UNDANGAN
INDONESIA YANG MENJELASKAN DAN MENJERNIHKAN PEMAHAMAN, Pidato Pengukuhan Guru
Besar Tetap pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 25 April 1992.
Bagir Manan, DASAR-DASAR
PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA, Ind-Hill,Co, Jakarta, 1992.
Hans Kelsen, GENERAL THEORY OF LAW
AND STATE, Russell & Russell, New York, 1973.
Kansil, CST, PRAKTEK HUKUM PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA, Erlangga, Jakarta, 1983.
Maria Farida Indrati (Penuyusun),
ILMU PERUNDANG-UNDANGAN, DASAR-DASAR DAN PEMBENTUKANNYA, Bagian Pertama dari
Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan, (Merupakan bahan yang disarikan dari
perkuliahan Prof.Dr.A Hamid S Attamimi, SH), Sekretariat Konsosrsium Ilmu
Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 1996.
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono
Soekanto, PERIHAL KAEDAH HUKUM, Alumni, Bandung, 1978.
Pringgodigdo, H.A.K, TIGA
UNDANG-UNDANG DASAR, PT Pembangunan Jakarta, 1974.
Sri Soemantri Martosoewignjo,
TINJAUAN TERHADAP TIGA UNDANG-UNDANGAN DASAR YANG BERLAKU DAN PERNAH BERLAKU DI
INDONESIA, Penerbit Padjadjaran, Bandung, tanpa tahun.
-----------------, UNDANG-UNDANG
DASAR 1945 KEDUDUKAN DAN ASPEK-ASPEK PERUBAHANNYA, Unpad Press, Bandung, 2002.
Usep Ranawidjaja, HUKUM TATA NEGARA
INDONESIA, DASAR-DASARNYA, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983.
UUD 1945 ASLI
UUD 1945 Perubahan PERTAMA HINGGA
KEEMPAT
UNDANG-UNDANG NO. 12 TAHUN 2011
Keputusan Presiden No. 188 Tahun 1998
1
Kancil, CST, Praktek Hukum Peraturan Perundangan di Indonesia, Erlangga,
1983, hlm 19
2
Sri Soemantri Martosoewignjo, Tinjauan Terhadap Tiga Undang-Undang Dasar
yang berlaku dan pernah berlaku di Indonesia, Padjadjaran Press, Bandung, tanpa tahun, hlm
1.
3
Pringgodigdo HAK, Tiga Undang-Undang Dasar, cetakan keempat, PT Pembangunan,
Jakarta, 1974 hlm 17
5
Diktum “Memutuskan” Undang-undang No.7 Tahun 1950 menyatakan:
Menetapkan: Undang-undang tentang perubahan Konstitusi Sementara
Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-undang Dasar Sementara Republik
Indonesia.
PASAL
1
Konstitusi
Sementara Republik Indonesia Serikat diubah menjadi Undang-undang Dasar
Sementara Republik Indonesia, sehingga naskahnya berbunyi sebagai berikut: dst.
6
Dalam konteks ini, Sri Soemantri Martosoewignjo tidak menjelaskan secara rinci
Undang-Undang Dasar 1945 versi Sekretariat Negara yang dipakai sebagai Bahan
Penataran P4 tersebut, tahun berapa dicetaknya?.
7
Lihat Sri Soemantri Martosoewignjo, op. cit., hlm 8 – 16.
8
Amiroeddin Syarif, Perundang-undangan, dasar, jenis dan teknik
membuatnya, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hlm 75-76.
9
Sebelumnya, berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1950, tugas menyelenggarakan
pengundangan/pengumuman dilakukan oleh Menteri Kehakiman. Sementara,
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1945, pengundangan/pengumuman
peraturan perundang-undangan dilakukan oleh Sekretaris Negara, hanya saja pada
waktu itu Sekretaris Negara tidak diberi predikat Menteri.
10 Pendapat A Hamid S Attamimi, yang
dimuat dalam buku Ilmu Perundang-undangan, Dasar-dasar dan Pembentukannya, disusun
oleh Maria Farida Indrati, Sekretariat Konsorsium Ilmu Hukum, Universitas
Indonesia, Jakarta, 1996, hlm 199-200.
12 Menurut hemat Penulis, UU No.10
Tahun 2004 telah menyimpang dari “perintah” Pasal 22A UUD 1945, karena menurut
pasal tersebut undang-undang yang mengatur lebih lanjut hanyalah berkaitan dengan tata
cara pembentukan undang-undang, bukan tata cara pembentukan peraturan
perundang-undangan. Secara logika, materi dalam UU No.10
Tahun 2004-lah yang benar, tetapi secara normatif ketentuan Pasal 22A UUD
1945-lah yang harus diikuti.
13
Maria Farida Indarti, op.cit., hlm 196-197
14
ibid, hlm 197-198
16
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Perihal Kaedah Hukum, Alumni,
1978, hlm 117
17
Pasal 5 dan Penjelasannya UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar